Biodiesel Sebagai Energi Alternatif

Pembuatan biodiesel telah banyak dilakukan seiring menipisnya cadangan minyak bumi dunia. Penelitian diawali Rudolf Diesel, pada tahun 1900 menciptakan mesin diesel berbahan bakar minyak nabati (minyak kacang tanah) (Knothe et al., 1997; Khan,  2002). Penelitian yang telah dilakukan merupakan tahap awal menuju komersialisasi, walaupun diperlukan pengembangan lebih lanjut dalam berbagai aspek teknis dan ekonomis (Yoeswono et al., 2007).

Biodiesel didefinisikan sebagai mono alkil ester asam lemak rantai panjang yang diturunkan dari bahan baku lemak sebagai sumber yang dapat diperbaharui, seperti minyak nabati dan lemak hewani, untuk digunakan dalam mesin diesel (ASTM, 2003b). Pemanfaatan biodiesel dapat mengurangi berbagai masalah, diantaranya sebagai solusi mengantisipasi krisis energi. Selain itu, sebagai upaya untuk mendorong eksplorasi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan (Knothe et al., 1997; Srivastava dan Prasad, 2000).

Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel memberikan nilai lebih, karena melimpah dan merupakan bahan yang tidak terpakai lagi. Ketika minyak goreng dipakai untuk menggoreng terjadi peristiwa oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam. Konsentrasi asam lemak bebas bertambah dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan. Adanya asam lemak bebas dalam  minyak goreng dapat menjadi ester apabila bereaksi dengan metanol, namun jika bereaksi dengan natrium atau kalium akan membentuk sabun. Adanya soda yang ada pada biodiesel dapat menghidrolisis dan memecah biodiesel menjadi asam lemak bebas (free fatty acid) yang kemudian terlarut dalam biodiesel itu sendiri. Kandungan asam lemak dalam biodiesel dapat menyumbat filter (saringan) dan dapat mengakibatkan korosi pada mesin diesel.

Kadar asam lemak bebas dapat menyebabkan reaksi penyabunan dan menghambat pembentukan biodiesel pada reaksi transesterifikasi. Salah satu metode untuk mengatasinya dengan perlakuan awal terhadap minyak jelantah untuk mengurangi kadar asam lemak bebas sebelum dilakukan transesterifikasi. Tujuan perlakuan awal untuk mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester (biodiesel) melalui esterifikasi, sehingga didapatkan konversi biodiesel yang tinggi (Kartika et al., 2010).

Referensi:

  1. ASTM, 2003bAnnual Book of ASTM Standards, 5, 05.04, ASTM International, West Conshohocken.
  2. Kartika, DE. Vaulina, S. Widyaningsih, M. Chasani, 2010, Kecepatan Aduk dan Waktu Kontak Optimum Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah, Jurnal Molekul Vol. 5 (1): 33-40.
  3. Knothe, G., R. O. Dunn, and M. Bagby, 1997, Biodiesel: The Use of Vegetable Oils and Their Derivatives as Alternative Diesel Fuels, Fuels and Chemicals from Biomass, ACS Symposium Series, V, 666.
  4. Srivastava, A. and R. Prasad, 2000, Triglycerides-based diesel fuels, Renewable Sustainable Energy Rev., 4, 111-133.
  5. Yoeswono, Triyono, and I. Tahir, 2007, The Use of Ash of  Palm Empty Fruit Bunches as A Source of Base Catalyst for Synthesis of Biodiesel from Palm Kernel Oil. Proceeding of International Conferences on Chemical Sciences (ICCS-2007), Yogyakarta-Indonesia, 24-26 May 2007.

Sumber: http://dwi.blog.unsoed.ac.id/?s=biodiesel